Alhamdulillah,
belakangan ini cadar dan purdah mulai tidak asing lagi di beberapa
tempat di negeri kita. Sekarang sudah menjadi pemandangan biasa wanita
keluar lengkap dengan seperangkat pakaian yang serba besar dan menutup
aurat secara sempurna. Para wanita penggenggam bara api kini tidak perlu
resah lagi ketika keluar rumah, karena kita lihat wanita bercadar di
tempat-tempat umum seperti pasar, kampus, kantor dan pusat kegiatan
lainnya. Mereka tidak lagi merasa sendiri dan terasing dengan pakaian
kemuliaan mereka.
Alhamdulillah juga, fase-fase sulit telah lewat. Dimana cadar dan
purdah identik dengan terorisme dan bom. Sehingga image yang berkembang
di masyarakat bahwa cadar adalah pakaian istri teroris. Menyulitkan
wanita-wanita yang menyelamatkan pandangan para lelaki dari panah iblis.
Diskriminasi, razia, periksa KTP sampai penggerebekan di rumah dialami
oleh mereka. Ini karena perbuatan orang-orang yang hanya punya semangat
dalam beragama tetapi tidak berlandaskan ilmu. Bom dan jihad seperti
yang mereka agung-agungkan bukan ajaran Islam. Sumber ajaran mereka
adalah paham takfiriy, yaitu mudah mengkafirkan orang lain sehingga jika
sudah kafir maka halal darah dan hartanya. Berkat perjuangan para da’i
dan aktifis dakwah akhirnya image tersebut hilang.
Bahkan cadar telah menjadi tren. Kami rasa dampak dari sebuah film
yang sangat booming yaitu film “Ayat-Ayat Cinta” dimana diceritakan ada
tokoh wanita bidadari dunia yang hampir sempurna. Ia menggunakan cadar.
Maka kebiasaan masyarakat kita yang latah ramai-ramai mengikutinya. Film
dan sinetron yang lainnya ikut meramaikan dengan tokoh utamanya adalah
wanita cantik yang bercadar. Para wanita mulai bergaya dengan selendang
tipis menutup muka walaupun sekedar bergaya. Akun jejaring sosial ramai
dengan gambar wanita bercadar atau sekedar kartunnya.
Mengenai hal ini, sangat patut disyukuri. Walaupun film tersebut ada
yang bilang untuk berdakwah juga. Tetapi cara berdakwah seperti ini
kurang tepat. Karena di sana ada campur baur laki-laki dan wanita,
membuka aurat, bermesraan dan menyentuh dengan bukan mahram dan
lain-lain. Bagaimana kita berdakwah kepada Allah dengan cara yang tidak
diperkenankan oleh Allah. Lho, tapi kan berhasil, buktinya cadar jadi
populer di masyarakat. Kami tidak heran karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَّ اللهَ يُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
“Terkadang/boleh jadi Allah menolong agama ini dengan orang yang fajir/pelaku maksiat.” [HR. Bukhari 4/72 no.3062 dan Muslim 1/105 no.111]
Kita tidak perlu kaget dengan hadits ini, karena bahkan terkadang
Allah menolong agama ini dengan orang kafir seperti Abu Thalib paman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Batthal rahimahullah berkata menjelaskan hadits ini,
وقوله: (إن الله يؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر) يشتمل على المسلم والكافر، فيصح أن قوله: (لا نستعين بمشرك) خاص فى ذلك الوقت
“Sabda beliau, ‘Terkadang/boleh jadi Allah menolong agama ini dengan
orang yang fajir alias pelaku maksiat’, mencakup orang muslim dan orang
kafir, sabda beliau shohih yaitu ‘kita tidak perlu meminta bantuan
kepada orang musyrik”, maka hadits ini khusus pada waktu tersebut [tidak
bertentangan, pent].” [Syarh Shahih Bukhari libni Batthal 5/222,
Maktabah Ar-Rusyd, cet. Ke-2, 1432 H, Asy-Syamilah]
Ibnu Hajar Al-Asqolaniy rahimahullah menjelaskan hadits ini,
جزم بن المنير والذي يظهر أن المراد بالفاجر أعم من أن يكون كافرا أو فاسقا ولا يعارضه قوله صلى الله عليه وسلم إنا لا نستعين بمشرك
“Ibnul Munayir menegaskan bahwa pendapat terkuat yang dimaksud
Al-fajir adalah lebih umum dari kafir atau fasik dan tidak bertentangan
dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘kita tidak perlu meminta bantuan kepada orang musyrik.” [Fahtul Baariy 7/474, Darul Ma’rifah, Beirut, Asy-Syamilah]
Tulisan mengenai cadar ini kami bagi menjadi empat bagian:
I. Yang perlu diketahui tentang cadar
II. Yang dikhawatirkan wanita jika bercadar dan jawabannya
III. Motivasi untuk memakai cadar
IV. Yang perlu diperhatikan jika sudah bercadar
II. Yang dikhawatirkan wanita jika bercadar dan jawabannya
III. Motivasi untuk memakai cadar
IV. Yang perlu diperhatikan jika sudah bercadar
I.Yang perlu diketahui tentang cadar
Hukum Cadar
Ada perselisihan yang panjang diantara ulama, ringkasnya ada dua hukum cadar yaitu:
1. Wajib
Inilah pendapat As-Suyuthi dan Ibnu Hajar Al-Asqolaniy. Sedangkan ulama sekarang yang mewajibkan adalah Syaikh Muhammad As-Sinqithi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Mushthafa Al-Adawi.
2. Sunnah
Menurut madzhab Syafi’i, Imam Malik dan Abu Hanifah, hukum menutupi wajah itu sunnah. Ini juga pendapat ulama seperti Ibnu Hazm dan Ibnu Batthal. Adapun ulama sekarang adalah syaikh Al-Albani dan beliau membahas panjang lebar dalam kitab beliau Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah.
1. Wajib
Inilah pendapat As-Suyuthi dan Ibnu Hajar Al-Asqolaniy. Sedangkan ulama sekarang yang mewajibkan adalah Syaikh Muhammad As-Sinqithi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Mushthafa Al-Adawi.
2. Sunnah
Menurut madzhab Syafi’i, Imam Malik dan Abu Hanifah, hukum menutupi wajah itu sunnah. Ini juga pendapat ulama seperti Ibnu Hazm dan Ibnu Batthal. Adapun ulama sekarang adalah syaikh Al-Albani dan beliau membahas panjang lebar dalam kitab beliau Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah.
Kita tidak bermaksud mentarjih mana yang lebih kuat, akan tetapi
pengalaman kami bertemu dengan para ustdaz di Indonesia ketika
dauroh-dauroh sebagian besar berpendapat bahwa hukum cadar adalah
sunnah. Dan kami pun lebih tenang terhadap pendapat yang sunnah.
Akan tetapi yang terpenting adalah jangan sampai berpecah belah dan
saling menyalahkan hanya karena masalah ini. Karena ini adalah ikhtilaf
mu’tabar [terangggap]. Masing-masing punya dalil yang kuat. Kita harus
menghormati pendapat orang lain.
Cadar Bukan Tolak Ukur Keshalihahan Wanita
Sebagian beranggapan bahwa wanita yang sudah memakai cadar adalah
pasti wanita yang sangat shalihah. Seperti wanita yang bercadar pasti
pintar menjaga diri, ngajinya bagus dan pasti taat pada suami. Tetapi
jangan dijadikan tolak ukur. Ini belum tentu karena tetap saja tolak
ukurnya adalah akhlak dan takwa. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian.” [QS. Al Hujurat: 13]
Bahkan ada yang beranggapan bahwa cadar adalah tolak ukur sudah ahlus
sunnah atau belum, menjadi tolak ukur akhwat “ngaji” atau tidak. Ini
adalah anggapan yang salah. Karena hukum asal seseorang adalah ia ahlus
sunnah wal jama’ah kemudian dilihat bagaimana pemikiran dan
manhaj/metodologi beragama yang ia tempuh, apakah sesuai dengan
pemahaman salafus shalih atau tidak.
Sehingga kurang tepat jika ada wanita yang memandang kurang shalihah
wanita yang belum bercadar, atau terkadang meremehkannya kemudian
berkomentar,
“Sudah lama ngaji kok belum pakai cadar, apa dia ga tahu keutamaan bercadar.”
Padahal bisa jadi, ia beranggapan sunnah kemudian ada penghalang. Dan
bisa jadi ia punya amalan lain yang lebih banyak dan lebih ikhlas.
Begitu juga dengan curhat seorang ikhwan kepada kami tentang perkataan
orang-orang,
“Istri antum belum ngaji ya, kok nggak pakai cadar?”
Jelas ini adalah anggapan keliru dan perlu kita luruskan bersama.
Jangan Kaku dan Memaksa Memakai Cadar
Ini bagi mereka yang berkeyakinan bahwa cadar adalah sunnah. Jika
belum mampu memakai cadar maka jangan memaksakan diri. Misalnya larangan
keras dari orang tua dan keluarga. Masyarakat di sekitar belum menerima
cadar. Cadar adalah suatu hal yang sangat asing dan masih dianggap
pakaian istri teroris. Walaupun ia sudah menjelaskan dengan cara yang
lembut dan baik lagi bijaksana. Akhirnya ia dikucilkan oleh keluarga dan
masyarakat kemudian putus silturahmi. Maka dalam kondisi seperti ini
jangan memakai cadar. Walaupun niatnya melakukan sunnah karena berlaku
kaidah
درع المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menolak mafsadat didahulukan daripada mendatangkan mashlahat”
Jika ia memakai cadar maka mendatangkan mashlahat yaitu melaksanakan
sunnah, jika ia tidak pakai cadar maka menolak mafsadat yaitu tidak
ridhanya orang tua, dikucilkan dan putusnya silaturahmi. Maka dengan
kaidah ini ia wajib menolak mafsadat dengan tidak memakai cadar. Selain
itu hukum wajib ridha orang tua didahulukan dari hukum sunnah memakai
cadar.
Akan tetapi kasus seperti ini sangat jarang sekali kita temui, yang
ada adalah keluarga yang tadinya keras dan sangat anti cadar akhirnya
luluh dengan dakwah lembut dan bijaksana dari akhwat tersebut. Sejak
memakai cadar ia semakin berbakti kepada orang tua, semakin rajin,
semakin ramah terhadap orang lain, IPK meningkat dan semakin menunjukkan
perubahan ke arah positif. Beberapa banyak tempat yang dulunya anti
cadar sekarang cadar adalah menjadi hal yang biasa. Oleh karena itu
harus tetap bersemangat mendakwahkah sunnah yang satu ini.
Bersambung insyaAllah…
Penyusun: Raehanul Bahraen
Muroja’ah: Ust. Ammi Nur Baits
Muroja’ah: Ust. Ammi Nur Baits